Ushuluddin: Perbezaan antara semakan
Baris 40: | Baris 40: | ||
== Pranala Terkait == | == Pranala Terkait == | ||
* [[Furu'uddin | * [[Furu'uddin]] | ||
* [[Perbedaan | * [[Perbedaan Antara Ushuluddin Dan Furu’uddin]] | ||
==Catatan Kaki== | ==Catatan Kaki== |
Semakan semasa pada 17:11, 21 Februari 2025
Apa yang dimaksud dengan Ushuluddin dan sebutkan apa saja yang termasuk dalam Ushuluddin?
Ushuluddin atau prinsip-prinsip agama dalam Islam meliputi tentang tauhid, kenabian, dan hari kebangkitan. Ketiga prinsip ini dianggap sebagai dasar dan fondasi agama. Ulama Syiah menambahkan prinsip keadilan dan imamah ke dalam tiga prinsip ini, sehingga Ushuluddin dalam Syiah berjumlah lima. Ketidaktahuan dan ketidakpercayaan terhadap Ushuluddin ini dapat mengeluarkan seseorang dari Islam.
Istilah "Ushuluddin" tidak disebutkan dalam Al-Qur'an atau hadis, dan istilah ini diciptakan oleh beberapa teolog. Tidak jelas kapan istilah ini mulai digunakan atau siapa yang pertama kali menggunakannya. Para pencetus istilah ini menyebut keyakinan-keyakinan ini sebagai Ushuluddin karena menurut mereka ilmu-ilmu keagamaan seperti hadis, fikih, dan tafsir didasarkan pada prinsip-prinsip ini.
Sejarah Istilah
Istilah "Ushuluddin" sangat terkenal dan memainkan peran penting dalam sejarah pemikiran keagamaan Islam, namun dalam Al-Qur'an dan hadis Syiah maupun Sunni, tidak ada pembagian pengetahuan agama menjadi prinsip dan cabang. Hal ini menunjukkan bahwa kedua istilah ini diciptakan oleh para teolog. Beberapa ulama Muslim seperti Ibnu Taimiyah (wafat 728 H), yang pada dasarnya menganggap ilmu kalam dan ilmu filsafat bertentangan dengan agama dan keimanan, dan memiliki pandangan yang sangat ekstrem dalam hal ini, berpendapat bahwa karena istilah "Ushuluddin" bukanlah istilah Qurani atau hadis, maka penggunaan istilah ini bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad (SAW).Templat:Membutuhkan referensi Bagaimanapun, tidak jelas kapan istilah ini mulai digunakan atau siapa yang pertama kali menggunakannya. Ibnu Nadim juga mengaitkan sebuah risalah berjudul Ushul al-Din kepada Abu Musa al-Murdar, yang menunjukkan bahwa istilah ini sudah dikenal dan mapan pada awal abad ke-3 Hijriyah.[1]
Kedudukan
Prinsip-prinsip keyakinan Islam adalah iman dan keyakinan kepada tauhid, kenabian, dan hari kebangkitan. Ketiga prinsip ini dianggap sebagai fondasi agama Islam, di mana semua proposisi dalam agama ini mendapatkan maknanya dari salah satu atau ketiga prinsip ini. Oleh karena itu, semua orang yang memeluk agama Islam, meskipun memiliki perbedaan pendapat yang signifikan dan terkadang bertentangan mengenai detail dan interpretasi keyakinan ini, semuanya percaya pada prinsip-prinsip ini.[2]
Para teolog Syiah memiliki perbedaan pendapat mengenai berapa jumlah Ushuluddin dan apa saja yang termasuk di dalamnya. Pendapat yang umum adalah bahwa Ushuluddin mencakup tiga hal: tauhid, kenabian, dan hari kebangkitan; namun, keadilan dan imamah juga harus ditambahkan sebagai prinsip mazhab.[3] Ketidaktahuan dan ketidakpercayaan terhadap Ushuluddin dapat mengeluarkan seseorang dari Islam, dan ketidaktahuan serta ketidakpercayaan terhadap prinsip-prinsip mazhab dapat mengeluarkannya dari mazhab Syiah.[4]
Banyak ulama Islam percaya bahwa dalam Ushuluddin, taklid (mengikuti tanpa pengetahuan) tidak diperbolehkan, dan keyakinan atau kepastian dalam Ushuluddin harus didasarkan pada bukti. Klaim ijma (konsensus) juga dibuat mengenai hal ini. Kelompok lain, termasuk Abu Hanifah, Sufyan ats-Tsauri, Al-Auza'i, Malik, Asy-Syafi'i, Ahmad bin Hanbal, dan Ahlul Hadis, berpendapat bahwa meskipun berargumen tentang prinsip-prinsip keyakinan adalah wajib dan meninggalkannya dianggap sebagai dosa, iman yang diperoleh melalui taklid dapat diterima.[5]
Menurut banyak ulama agama, keislaman seseorang tidak mungkin terjadi tanpa keyakinan pada Ushuluddin, dan penolakan terhadap salah satu prinsip ini dapat menyebabkan kekafiran dan layak mendapatkan azab. Para pencetus istilah ini menyebut keyakinan-keyakinan ini sebagai Ushuluddin karena menurut mereka ilmu-ilmu keagamaan seperti hadis, fikih, dan tafsir didasarkan pada prinsip-prinsip ini; dikatakan bahwa agama seperti pohon yang memiliki akar, dan Ushuluddin adalah akar agama yang keberadaannya menentukan kehidupan pohon tersebut.[6]
Contoh Prinsip-Prinsip Agama
Tauhid
Tauhid adalah ajaran keyakinan paling mendasar dalam Islam yang memiliki berbagai aspek teoretis dan praktis. Menurut konsep tauhid, Allah adalah satu-satunya, memiliki semua sifat kesempurnaan, tidak ada yang menyerupai-Nya, bebas dari perubahan, Pencipta tunggal alam semesta, dan tidak memiliki sekutu; pengaturan alam semesta dilakukan sesuai dengan kehendak-Nya, dan pengetahuan serta kekuasaan-Nya meliputi seluruh alam semesta; semua makhluk harus menyembah-Nya, dan penyembahan ini tidak memerlukan perantara. Menurut Al-Qur'an,Templat:Membutuhkan referensi keyakinan tauhid berakar pada fitrah manusia, dan setiap keyakinan atau perilaku non-tauhid adalah tanda penyimpangan dari dasar eksistensi ini dan disebabkan oleh faktor psikologis, lingkungan, geografis, sejarah, dan lainnya. Semua nabi adalah penyampai tauhid, dan upaya terbesar mereka adalah menghilangkan kemusyrikan dan praktik-praktik syirik.[7]
Kenabian
Keyakinan pada kenabian berarti bahwa Nabi Muhammad (SAW) adalah utusan dan pesuruh Allah, dan sebagai bagian dari rangkaian nabi, ia dipilih oleh Allah sebagai nabi terakhir. Al-Qur'an adalah kumpulan firman Allah yang diwahyukan kepadanya.[8]
Hari Kebangkitan
Hari kebangkitan berarti kebangkitan kembali.Templat:Membutuhkan referensi Yang dimaksud dengan hari kebangkitan dalam perkataan para teolog dan filsuf adalah kehidupan setelah kematian di mana manusia akan dibangkitkan kembali. Hari kebangkitan adalah hari di mana perbuatan manusia akan diadili, orang-orang baik akan menerima pahala atas kebaikan mereka, dan orang-orang jahat akan dihukum atas perbuatan buruk mereka. Salah satu masalah penting yang telah lama menjadi perhatian agama-agama, teolog, dan filsuf adalah masalah kehidupan setelah kematian dan hari kebangkitan. Pengikut agama-agama percaya pada kehidupan setelah kematian dan menganggapnya sebagai salah satu masalah agama yang paling mendasar.[9]
Keadilan
Meskipun sifat "keadilan" juga merupakan salah satu sifat perbuatan Allah, pentingnya dan penekanan pada sifat ini muncul karena perdebatan sengit antara Asy'ariyah dengan Syiah dan Mu'tazilah mengenai hal ini, dan perdebatan ini menyebabkan Mu'tazilah dan Syiah dikenal sebagai kelompok yang menekankan keadilan, dan secara bertahap prinsip keadilan bersama dengan imamah menjadi ciri khas mazhab Syiah. Mengingat konsep keadilan yang luas, yang mencakup keadilan keyakinan, moral, dan sosial, pantaslah prinsip keyakinan ini dianggap sebagai salah satu pilar Islam.[10]
Imamah
Imamah adalah posisi ilahi, dan semua tugas para nabi—kecuali menerima wahyu dan hal-hal yang serupa—juga berlaku untuk para imam. Oleh karena itu, kemaksuman, yang merupakan syarat kenabian, juga berlaku untuk imam. Perbedaan ini membuat kita menganggap imamah sebagai bagian dari Ushuluddin.[11] Imamah tanpa diragukan lagi menempati posisi dan peran sentral dalam pemikiran teologi Syiah Imamiyah. Keyakinan pada "nash" (penunjukan) dan "kemaksuman" di satu sisi, serta peran yang diberikan Syiah kepada posisi spiritual imam, yaitu otoritas keagamaan eksklusif para imam, dapat menunjukkan pentingnya posisi ini.[12]
Bacaan Lebih Lanjut
- Muhaqqiq Ardabili, Ushul al-Din, disunting oleh Mohsen Sadeghi, Qom, Bustan Kitab, 1387 H.
Pranala Terkait
Catatan Kaki
- ↑ Gozashte, Naser, "Ushul al-Din", Ensiklopedia Iran, Teheran, Pusat Ensiklopedia Besar Islam, jilid 4, entri terkait.
- ↑ Kelompok penulis, "Islam", Ensiklopedia Besar Islam, Teheran, Pusat Ensiklopedia Besar Islam, jilid 8, entri terkait.
- ↑ Gozashte, Naser, "Ushul ad-Din", Ensiklopedia Iran, Teheran, Pusat Ensiklopedia Besar Islam, jilid 4, entri terkait.
- ↑ Kelompok peneliti, "Ushul al-Din", Ensiklopedia Teologi Islam, halaman 51.
- ↑ Kelompok peneliti, "Ushul al-Din", Ensiklopedia Teologi Islam, halaman 51.
- ↑ Gozashte, Nashir, "Ushul al-Din", Ensiklopedia Iran, Teheran, Pusat Ensiklopedia Besar Islam, jilid 4, entri terkait.
- ↑ Taramirad, Hasan, dan lainnya, "Tauhid", Ensiklopedia Dunia Islam, Yayasan Ensiklopedia Islam, 1393 H, jilid 8, entri terkait.
- ↑ Kelompok penulis, "Islam", Ensiklopedia Besar Islam, Teheran, Pusat Ensiklopedia Besar Islam, jilid 8, entri terkait.
- ↑ Sajjadi, Ja'far, Kamus Pengetahuan Islam, jilid 3, halaman 1815.
- ↑ "Keadilan sebagai Prinsip Agama", Situs Informasi Kantor Ayatullah Makarim Syirazi, dipublikasikan: 10 Mehr 1397 H, diakses: 9 Aban 1402 H.
- ↑ "Definisi Imamah", Situs Informasi Kantor Ayatullah Makarim Syirazi, dipublikasikan: 29 Farvardin 1395 H, diakses: 9 Aban 1402 H.
- ↑ Anshari, Hasan, "Imamah", Ensiklopedia Besar Islam, Teheran, Pusat Ensiklopedia Besar Islam, entri terkait.