Pengumpulan Dan Penyusunan Alquran
Kapan pengumpulan Al-Qur'an pertama kali dilakukan, dan apakah Nabi Muhammad saw terlibat dalam penyusunan dan pengurutan Al-Qur'an, ataukah hal ini dilakukan oleh para sahabat?
Para mufassir dan ilmuwan Islam berbeda pendapat mengenai siapa yang pertama kali mengumpulkan dan menyusun Al-Qur'an serta kapan hal tersebut terjadi. Sebagian berpendapat bahwa urutan ayat dan surah dalam Al-Qur'an merupakan hal yang tawqifi (ditentukan oleh wahyu), yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw pada masa beliau hidup. Menurut pandangan ini, Nabi Muhammad saw mengatur urutan ayat dan surah, dan para sahabat mengikuti petunjuk beliau dalam pengumpulan dan penyusunan Al-Qur'an.
Sebaliknya, ada pula pandangan yang menyatakan bahwa pengumpulan dan penyusunan Al-Qur'an dilakukan setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, melalui inisiatif, ijtihad, dan keputusan para sahabat. Menurut pandangan ini, penyusunan Al-Qur'an tidak dilakukan langsung oleh Nabi, melainkan setelah beliau wafat, dan para sahabatlah yang mengambil langkah untuk mengumpulkan wahyu-wahyu yang tersebar serta menyusunnya dalam bentuk mushaf yang teratur. Pengumpulan dan Penyusunan Al-Qur'an pada Masa Nabi Muhammad saw Beberapa ilmuwan dalam bidang ilmu Al-Qur'an berpendapat bahwa Al-Qur'an yang ada sekarang, dengan urutan surah dan ayat yang ada, telah dikumpulkan dengan susunan yang sama pada masa Nabi Muhammad saw. Kelompok ini mengemukakan sejumlah alasan untuk mendukung keyakinan mereka, antara lain:
1. Perhatian Nabi terhadap Al-Qur'an:
Nabi Muhammad saw sangat memperhatikan Al-Qur'an, dengan memberi perhatian khusus pada pembacaan dan penghafalan Al-Qur'an oleh para sahabat.
2. Hafizh Al-Qur'an di Masa Nabi:
Para hafizh Al-Qur'an pada masa Nabi Muhammad saw akan menyampaikan hafalan mereka kepada Nabi, yang menunjukkan bahwa pengumpulan Al-Qur'an sudah dilakukan dalam bentuk hafalan yang teratur pada masa itu.
3. Peran Penulis Wahyu: Penulis wahyu, yang menulis wahyu yang diterima Nabi, bekerja di bawah pengawasan Nabi Muhammad saw. Nabi mengoreksi kesalahan dalam penulisan dan memastikan teks yang tertulis sesuai dengan wahyu yang diturunkan. Hal ini menunjukkan pengawasan yang ketat oleh Nabi atas pengumpulan dan penulisan Al-Qur'an.
4. Penyelesaian Al-Qur'an pada Masa Nabi:
Ada catatan bahwa pada masa Nabi Muhammad saw, Al-Qur'an telah selesai dikumpulkan, yang menunjukkan adanya pengurutan ayat yang sudah ditentukan pada waktu itu.
5. Riwayat tentang Pengumpulan Al-Qur'an oleh Sahabat:
Terdapat riwayat yang menunjukkan bahwa para sahabat pada masa Nabi Muhammad saw telah mengumpulkan wahyu yang turun dan menyusunnya, yang menandakan bahwa pengumpulan Al-Qur'an dimulai pada masa hidup Nabi.
6. Alasan Sejarah dan Teologis:
Terdapat argumen bahwa jika Nabi Muhammad saw tidak mengumpulkan dan menyusun Al-Qur'an selama hidupnya, maka akan ada kemungkinan terjadinya perubahan, penyebaran teks yang berbeda, dan penyelewengan dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, pengumpulan dan penyusunan Al-Qur'an dianggap sebagai bagian dari misi Nabi Muhammad saw untuk menjaga keaslian wahyu dan menyampaikannya secara sempurna.
Dengan demikian, pandangan ini menyatakan bahwa pengumpulan dan penyusunan Al-Qur'an yang kita miliki saat ini, dengan urutan surah dan ayat yang ada, telah dilakukan di bawah pengawasan langsung Nabi Muhammad saw pada masa hidup beliau.
Sekumpulan bukti dan dalil yang ada menunjukkan bahwa urutan surah dan ayat dalam Al-Qur'an disusun langsung oleh Nabi Muhammad saw. Apabila pengumpulan Al-Qur'an dilakukan oleh para sahabat, hal tersebut tentunya berlangsung dalam kerangka petunjuk dan arahan yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw. Sebab, tidak mungkin seluruh sahabat dapat mencapai kesepakatan tunggal mengenai urutan surah, serta penentuan awal dan akhir Al-Qur'an tanpa adanya bimbingan atau panduan yang jelas dari Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa Nabi Muhammad saw memberikan petunjuk terkait hal ini, yang memungkinkan para sahabat untuk mencapai konsensus yang seragam dalam pengumpulan dan penyusunan Al-Qur'an.
Penyusunan Al-Qur'an Setelah Nabi Muhammad saw
Pengumpulan dan penyusunan Al-Qur'an setelah wafatnya Nabi Muhammad saw dilakukan oleh para sahabat. Menurut Suyuthi, para ulama Islam sepakat mengenai hal ini. Dikatakan bahwa penyusunan pertama kali dilakukan pada masa Khalifah Abu Bakar, yang dipelopori oleh Zaid bin Tsabit untuk menyusun mushaf. Sebelumnya, Imam Ali as juga telah menyusun mushaf-nya sendiri. Selain itu, sejumlah sahabat besar lainnya juga turut serta dalam proses pengumpulan dan penyusunan Al-Qur'an.
Proses ini menyebabkan munculnya beberapa salinan Al-Qur'an yang berbeda, terutama karena tidak adanya harakat (tanda baca), yang mengarah pada perbedaan dalam bacaan. Karena itu, untuk menyatukan salinan-salinan tersebut, pada masa Khalifah Utsman dilakukan penyatuan mushaf Al-Qur'an yang baku, yang kemudian disebarkan ke berbagai wilayah untuk menghindari perbedaan bacaan yang timbul.
Pembentukan Mushaf Tunggal
Pada masa Nabi Muhammad saw, proses penulisan wahyu telah dilakukan. Namun, karena wahyu terus turun sepanjang waktu, Al-Qur'an tidak dikumpulkan dalam satu mushaf tunggal selama masa kehidupan Nabi. Penulis wahyu utama pada masa itu adalah Imam Ali as, Ubay bin Ka'b, dan Zaid bin Tsabit, sementara penulis wahyu lainnya berada di peringkat berikutnya. Beberapa sahabat terkemuka lainnya, seperti para Khalifah Rasyidin, Talhah, Zubair, Sa'd bin Abi Waqqas, dan lain-lain, juga dianggap sebagai penulis wahyu pada masa di Makkah.
Pada masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar, pengumpulan mushaf dilakukan oleh Zaid bin Tsabit. Beberapa sahabat besar, termasuk Imam Ali as, juga turut mengumpulkan mushaf mereka sendiri. Mushaf-mushaf yang dikumpulkan oleh sahabat-sahabat yang memiliki kedudukan terhormat ini dengan cepat mendapat perhatian besar dari umat Islam.
Penyatuan Mushaf Pada Masa Khalifah Utsman
Langkah penting dalam menyatukan Al-Qur'an yang terdiri dari berbagai salinan yang saling bertentangan dan menetapkan satu mushaf tunggal dilakukan pada masa Khalifah Utsman. Proses ini melibatkan para penghafal dan penulis wahyu yang turut serta dalam pengumpulan mushaf. Namun, karena mereka tidak memiliki keseragaman dalam hal kemampuan, kualifikasi, dan metodologi, salinan-salinan tersebut tidak memiliki kesatuan dalam urutan, bacaan, dan kaidah penulisan. Perbedaan yang muncul antara mushaf-mushaf ini menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam. Berdasarkan saran dari Hudzaifah bin Yaman, Khalifah Utsman memutuskan untuk mengharmonisasikan mushaf-mushaf tersebut.
Setelah melakukan konsultasi dengan para sahabat, Utsman memutuskan untuk menyusun mushaf yang seragam dan membentuk sebuah komite yang dipimpin oleh Ubay bin Ka'b untuk melaksanakan penyatuan tersebut.
Imam Suyuthi mencatat bahwa Imam Ali as juga memberikan persetujuan terhadap langkah tersebut secara prinsipil. Mengingat mushaf-mushaf yang berbeda dengan variasi bacaan dan dialek yang beragam dapat menyebabkan kebingungan dalam pemahaman ayat-ayat Al-Qur'an, Khalifah Utsman, demi mengakhiri perbedaan dan ketidakpastian dalam bacaan, memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf yang tidak seragam setelah penyusunan mushaf baku yang telah disepakati. Walaupun langkah ini bertujuan untuk menjaga kesatuan umat, tindakan tersebut menuai kritik dan kecaman dari sebagian pihak terhadap Khalifah Utsman.
Persetujuan Para Imam Terhadap Mushaf yang Dikumpulkan
Para Imam Maksum as menegaskan bahwa Al-Qur'an harus dibaca sesuai dengan versi dan bacaan yang telah disepakati. Imam Ali as, setelah diangkat menjadi khalifah, menginstruksikan umat untuk mematuhi mushaf yang telah dikumpulkan oleh Khalifah Utsman dan tidak melakukan perubahan apapun terhadapnya. Hal ini dilakukan agar tidak ada pihak yang melakukan modifikasi atau distorsi pada Al-Qur'an dengan alasan apapun, demi menjaga kesucian dan keaslian teks tersebut.
Demikian pula, umat Syiah, mengikuti ajaran para Imam Maksum as, meyakini bahwa Al-Qur'an yang ada pada umat Islam saat ini adalah Al-Qur'an yang utuh dan sempurna, tanpa ada perubahan atau penambahan sejak masa Nabi Muhammad saw. Sebagai contoh, dalam sebuah peristiwa, ketika seseorang di hadapan Imam Ja'far Shadiq as membacakan sebuah ayat Al-Qur'an dengan bacaan yang berbeda dari bacaan yang umum, Imam as menegur dengan mengatakan, "Jangan baca seperti itu, bacalah sebagaimana yang biasa dibaca oleh umat."
Dengan demikian, para Imam Maksum as menegaskan bahwa Al-Qur'an yang ada saat ini adalah teks yang sah dan tidak mengalami perubahan. Umat Islam harus mengikuti bacaan yang telah disepakati secara umum, yang sesuai dengan mushaf yang telah dikumpulkan pada masa Khalifah Utsman.
Bacaan Lebih Lanjut
- Sejarah dan Ilmu Al-Qur'an oleh Mir Muhammadi Zarandi.
- Pandangan terhadap Al-Qur'an oleh Ali Akbar Quraisyi.
- Sejarah Al-Qur'an oleh Ayatullah Ma'rifat.
- Ilmu Al-Qur'an oleh Ayatullah Ma'rifat.