Hakikat Tawassul

Daripada WikiPasokh
Semakan 168 pada 08:40, 27 Mei 2023 oleh Eaminiea (bincang | sumb.)
(beza) ← Semakan terdahulu | Semakan semasa (beza) | Semakan berikutnya→ (beza)

Soal:

Apa hakikat dari tawassul? Menurut ayat-ayat dan riwayat-riwayat Islam, apakah boleh kita bertawassul kepada selain Allah?

Tawassul adalah menjadikan seseorang atau sesuatu di sisi Tuhan sebagai wasilah (perantara) untuk mendekati-Nya dan terpenuhinya hajat- hajat (kebutuhan). Menurut kaum Syiah, tawassul adalah salah satu hal yang direkomendasikan dalam Alquran serta riwayat-riwayat, dan contohnya banyak terdapat dalam doa dan ziarah para Imam Syiah. Tawassul bisa kepada siapa saja atau apa saja seperti para Nabi, para Auliya Allah dan para malaikat yang terpandang (mulia) di sisi Allah.

Konsep Tawassul

Tawassul dalam pengertian kata berarti mendekatkan diri atau sesuatu yang mendekatkan kepada yang lain atas dasar kecintaan dan keinginan.[1] Secara istilah, tawassul adalah menjadikan sesuatu yang berharga (mulia) sebagai wasilah atau perantara untuk mencapai tujuan dan kedekatan Ilahi.[2]

Apa hakikat dari tawassul? Menurut ayat-ayat dan riwayat-riwayat Islam, apakah boleh kita bertawassul kepada selain Allah? Tawssul dalam Alquran Apa hakikat dari tawassul? Menurut ayat-ayat dan riwayat-riwayat Islam, apakah boleh kita bertawassul kepada selain Allah?

Terdapat beberapa ayat dalam Alquran yang mengisyaratkan kepada tawassul:

  • “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ”; Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah kepada-Nya dan berjihadlah di jalan-Nya agar kamu beruntung. (Al-Maida: 35) Dalam ayat ini, perintah tentang “Wasilah” telah diberikan kepada orang-orang beriman. Para mufassir menyebut makna wasilah dalam ayat ini memiliki arti yang luas dan mencakup setiap pekerjaan dan segala sesuatu yang mendekatkan kepada Tuhan.
  • Dinyatakan dalam Al-Qur'an: “Jika mereka datang kepadamu ketika mereka menganiaya diri mereka sendiri (dan melakukan dosa) dan meminta pengampunan kepada Tuhan dan Rasul juga meminta pengampunan untuk mereka, mereka akan menemukan Tuhan penerima taubat dan maha penyayang” (Al-Nisa: 64) Begitupula, saudara-saudara Nabi Yusuf berkata kepada ayah mereka: “Wahai ayah! Mintalah pengampunan dari Tuhan untuk kami, karena kami adalah orang berdosa”[3] dari kedua ayat ini dapat dipahami bahwa para Nabi dan para Auliya dapat menjadi perantara antara Allah dan hamba-hamba yang berdosa dan Allah akan mengampuni manusia.

Tawassul dalam Riwayat Ahlusunah

Terdapat banyak riwayat di kalangan Syiah dan Ahlusunah yang mengabsahkan tawassul dalam pengertian sebagaiman yang telah disebutkan. Riwayat-riwayat tersebut sangat banyak dan telah dikutip di banyak buku, termasuk sumber-sumber Ahlusunah:

  • Ahmad bin Hanbal, salah satu ulama besar Ahlusunah, meriwayatkan dari Usman bin Hanif: “Seorang pria buta mendatangi Nabi dan berkata: Mintalah kepada Allah untuk membuat saya sehat. Nabi menyuruhnya berwudhu dan sholat dua rakaat”. Kemudian berdoa seperti ini: “Wahai Tuhanku! Aku bermohon kepada-Mu dan melalui Muhammad, Nabi yang rahmat, aku menghadap kepada-Mu. Wahai Muhammad, tentang hajat-hajatku, aku menghadap kepada Tuhan dengan berwasilahkan engkau sehingga hajat-hajatku terkabulkan, Ya Allah, jadikan dia sebagai perantaraku”. [4] Dari riwayat ini dapat dimengerti bahwa bertawassul kepada Nabi Islam dengan maksud terkabulkannya hajat, adalah boleh.[5]
  • Begitupula tawassul melalui para Ahlulbait Nabi saw Juga telah dinukilkan: “Keluarga Nabi adalah wasilahku, mereka adalah sebab kedekatan diriku di hadapannya. Aku berharap lantaran mereka di hari kiamat, catatan amalku diserahkan ke tangan kananku”.[6]

Tawassul kepada Selain Allah

Tujuan dari tawassul adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan terpenuhinya hajat-hajat (kebutuhan). Bertawassul kepada para Nabi dan para Maksum as dianjurkan dalam Alquran dan dalam banyak riwayat jika itu dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Demikian pula, sumpah Allah pada kedudukan para Nabi, para Imam as serta hamba-hamba Allah yang saleh dan beriman adalah bagian dari konsep tawassul dalam makna yang luas.[7]