Syukur Nikmat dan Kufur Nikmat: Perbezaan antara semakan

Daripada WikiPasokh
Tiada ringkasan suntingan
 
(Satu semakan pertengahan oleh pengguna yang sama tidak dipaparkan)
Baris 52: Baris 52:
Ayat 7 Surah Ibrahim dianggap sebagai ayat yang paling penting dan tegas dalam Al-Qur'an mengenai syukur nikmat atau kufur nikmat. [25] Dalam ayat ini, Allah berfirman,:
Ayat 7 Surah Ibrahim dianggap sebagai ayat yang paling penting dan tegas dalam Al-Qur'an mengenai syukur nikmat atau kufur nikmat. [25] Dalam ayat ini, Allah berfirman,:


«لَئِنْ شَکَرْتُمْ لَأَزِیدَنَّکُمْ وَ لَئِنْ کَفَرْتُمْ إِنَّ عَذابِی لَشَدِید
«لَئِنْ شَکَرْتُمْ لَأَزِیدَنَّکُمْ وَ لَئِنْ کَفَرْتُمْ إِنَّ عَذابِی لَشَدِید


"Jika kamu bersyukur, Aku akan menambah nikmat kepada kalian, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." [26] Penafsiran dari ayat ini adalah bahwa syukur yang dilakukan dengan ucapan, hati, dan pelayanan kepada Allah akan menyebabkan penambahan nikmat dari-Nya, sedangkan jika kufur nikmat dilakukan, maka seseorang akan terkena azab yang sangat keras. [27]
"Jika kamu bersyukur, Aku akan menambah nikmat kepada kalian, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." [26] Penafsiran dari ayat ini adalah bahwa syukur yang dilakukan dengan ucapan, hati, dan pelayanan kepada Allah akan menyebabkan penambahan nikmat dari-Nya, sedangkan jika kufur nikmat dilakukan, maka seseorang akan terkena azab yang sangat keras. [27]
Baris 60: Baris 60:
==Catatan Kaki==
==Catatan Kaki==
{{ck}}
{{ck}}
[[fa: شکر نعمت و کفران نعمت]]
[[bn: নেয়ামতের শুকরিয়া এবং অকৃতজ্ঞতা]]
[[ur: شکر نعمت اور کفران نعمت]]
[[en: Gratitude for Blessings and Ingratitude]]
[[ru: Благодарность и неблагодарность]]
[[ar: الشكر على النعمة وجحود النعمة]]

Semakan semasa pada 15:26, 21 Januari 2025

Pertanyaan

Apa itu syukur nikmat dan kufur nikmat?

Dalam Al-Qur'an dan hadis, syukur atas nikmat memiliki kedudukan yang sangat penting dan mencakup tiga jenis: syukur hati, syukur lisan, dan syukur perbuatan.

Syukur hati berarti mengakui bahwa semua nikmat berasal dari Allah. Syukur lisan adalah memuji Allah, seperti mengucapkan "Alhamdulillah" (Segala puji bagi Allah). Syukur perbuatan adalah menggunakan nikmat-nikmat tersebut di jalan yang diridhai Allah dan untuk melayani sesama. Menurut para mufassir Al-Qur'an, syukur yang sejati dapat meningkatkan nikmat-nikmat Ilahi dan mendorong perkembangan spiritual seseorang. Allah memerintahkan syukur ini sebagai bagian dari pendidikan dan kesempurnaan hamba-Nya.

Sebaliknya, kufur nikmat berarti tidak bersyukur dan menyalahgunakan nikmat-nikmat Ilahi, yang memiliki akibat negatif. Al-Qur'an dalam Surah An-Nahl dan Saba' menjelaskan akibat dari kufur nikmat dan meramalkan hilangnya nikmat bagi orang-orang yang mengingkari. Selain itu, hadis-hadis Islam menyebutkan bahwa kufur nikmat adalah faktor hilangnya berkah dan ketidakstabilan nikmat, serta dianggap sebagai salah satu bentuk kekufuran. Para Imam Ma'sum juga mengutuk kufur nikmat dan menekankan pentingnya menjaga nikmat dengan syukur.

Syukur Nikmat

Syukur Nikmat Dalam Al-Qur'an

Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang membahas tentang syukur kepada Allah sebagai pemberi nikmat. Allah sangat menekankan agar hamba-Nya bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, karena manfaat syukur tersebut kembali kepada hamba itu sendiri. [1] Para mufassir menyatakan bahwa syukur nikmat memiliki beberapa tingkatan: [2]

  1. Syukur hati: Mengakui bahwa semua nikmat berasal dari Allah.
  2. Syukur lisan: Mengucapkan pujian kepada Allah, seperti "Alhamdulillah" (Segala puji bagi Allah).
  3. Syukur perbuatan: Melakukan ibadah dan menghabiskan waktu serta harta di jalan Allah untuk mencapai keridhaan-Nya dan melayani sesama.

Apabila manusia menggunakan nikmat-nikmat Allah sesuai dengan tujuan sejatinya, mereka membuktikan bahwa mereka layak untuk menerima karunia dan nikmat yang lebih besar. [3] Dikatakan bahwa dengan bersyukur, bukan hanya nikmat Allah yang akan bertambah, tetapi hamba juga akan mengalami perkembangan dan pertumbuhan.[4]

Allah tidak membutuhkan syukur dari hamba-Nya atas nikmat yang diberikan, namun perintah untuk bersyukur tersebut bertujuan untuk menambah nikmat bagi hamba dan merupakan sebuah prinsip pendidikan yang tinggi. [5] Bersyukur dengan lisan dan perbuatan kepada pemberi nikmat dianggap sebagai aturan yang rasional, di mana penerima nikmat dengan hati mengasihi pemberi nikmat dan menghormatinya dalam tindakan. [6] Berdasarkan hadis, seseorang yang tidak bersyukur kepada sesama manusia, maka ia juga tidak bersyukur kepada Allah. [7]

Syukur Nikmat Dalam Hadis

Berikut beberapa hadis mengenai syukur nikmat:

  1. Imam Ali as: Ketika Allah memberikan nikmat kepada Anda, bersyukurlah agar nikmat lain datang, bukan dengan sedikit syukur yang malah menghalangi nikmat. [8]
  2. Imam Shadiq as: Syukur atas nikmat adalah menjauhi dosa. [9]
  3. Imam Shadiq as: Syukur adalah menyadari bahwa nikmat berasal dari Allah (bukan dari kecerdasan atau usaha pribadi), merasa puas dengan apa yang diberikan Allah, dan tidak menggunakannya untuk dosa. Syukur sejati adalah menggunakan nikmat untuk jalan Allah. [10]
  4. Imam Shadiq as: Ketika Allah memberikan nikmat, hamba yang mengenalinya dalam hati dan memuji Allah dengan lisan, ucapannya sudah cukup, dan Allah akan menambah nikmat tersebut. [11]
  5. Imam Shadiq as: Siapa yang menyadari nikmat Allah dalam hatinya, ia layak mendapatkan tambahan nikmat dari Allah, bahkan sebelum mengungkapkannya dengan lisan. [12]

Kufur Nikmat

Kufur nikmat berarti menolak dan mengabaikan nikmat-nikmat Allah. Ini dianggap sebagai dosa besar dan berlawanan dengan syukur nikmat. Syukur nikmat berarti mengakui dan menghargai nikmat yang diberikan Allah. [13] Kufur nikmat terlihat dalam perilaku tidak menghargai, seperti menggunakan nikmat dengan cara yang tidak semestinya, tidak menghargai kebaikan orang lain, dan menyembunyikan nilai dari nikmat tersebut. [14] Kata "kufran" biasanya digunakan untuk merujuk pada penolakan atau pengabaian terhadap nikmat. [15]

Kufur nikmat dipahami sebagai penyalahgunaan nikmat tubuh, kekuatan spiritual, ilmu, harta, posisi sosial, dan sebagainya. Sebagai contoh, menggunakan kekuatan tubuh untuk melakukan perbuatan tercela atau penindasan terhadap orang yang lemah, atau menghabiskan uang untuk perjudian dan kerusakan alih-alih memenuhi kewajiban keuangan dan membantu yang membutuhkan. [16]

Kufur Nikmat dalam Al-Qur'an

Dalam Al-Qur'an, kufur nikmat dikecam dan diletakkan sebagai kebalikan dari syukur. [17] Para mufassir menjelaskan bahwa jika nikmat Allah digunakan untuk tujuan yang salah, maka itu termasuk kufur nikmat dan membuka jalan menuju kekufuran. [18] Hukuman atas kufur nikmat tidak hanya berupa penarikan nikmat, tetapi terkadang nikmat tersebut tidak diambil, melainkan berubah menjadi musibah atau cobaan yang secara perlahan akan menjatuhkan seseorang. [19]

Kufur nikmat dapat menyebabkan nikmat tersebut hilang atau berubah menjadi musibah. Dalam Surah An-Nahl ayat 112, Allah menyebutkan kelaparan dan ketakutan sebagai akibat dari kufur nikmat. Selain itu, dalam Surah Saba’ ayat 15-17, Allah menggambarkan akibat kufur nikmat kaum Saba' dengan hilangnya tanah subur mereka dan terjerumus dalam kesulitan dan musibah. [20]

Kufur Nikmat Dalam Hadis

Terdapat banyak hadis dalam kitab-kitab hadis yang mengutuk tindakan kufur nikmat, dan menjadikannya sebagai salah satu bentuk kekufuran dalam Al-Qur'an. [21] Kufur nikmat juga dianggap sebagai salah satu bentuk kebodohan (الشُّكْرُ وَ ضِدَّهُ الْكُفْرَانُ). [22] Imam Sajjad as menyatakan bahwa kufur nikmat dapat menyebabkan perubahan dalam nikmat-nikmat Allah, sementara Imam Shadiq as menganggap kufur nikmat sebagai faktor yang menyebabkan ketidakstabilan nikmat tersebut. [23][24]

Ayat Ke-7 Surah Ibrahim

Ayat 7 Surah Ibrahim dianggap sebagai ayat yang paling penting dan tegas dalam Al-Qur'an mengenai syukur nikmat atau kufur nikmat. [25] Dalam ayat ini, Allah berfirman,:

«لَئِنْ شَکَرْتُمْ لَأَزِیدَنَّکُمْ وَ لَئِنْ کَفَرْتُمْ إِنَّ عَذابِی لَشَدِید

"Jika kamu bersyukur, Aku akan menambah nikmat kepada kalian, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." [26] Penafsiran dari ayat ini adalah bahwa syukur yang dilakukan dengan ucapan, hati, dan pelayanan kepada Allah akan menyebabkan penambahan nikmat dari-Nya, sedangkan jika kufur nikmat dilakukan, maka seseorang akan terkena azab yang sangat keras. [27]

Para mufassir menjelaskan bahwa bertambahnya nikmat Allah yang dijanjikan bagi orang yang bersyukur tidak hanya berupa tambahan nikmat materi, tetapi juga mencakup rasa syukur itu sendiri, yang diiringi dengan perhatian khusus dan cinta terhadap Allah. Ini adalah nikmat spiritual yang penting dalam mendidik jiwa manusia dan mendorong mereka untuk taat kepada Allah. Syukur juga menjadi jalan untuk lebih mengenal Allah. Karena itu, para ulama akidah dalam ilmu kalam menggunakan kewajiban bersyukur kepada pemberi nikmat sebagai dasar untuk membuktikan kewajiban mengenal Allah. [28]

Catatan Kaki

Templat:Ck