Infak Dalam Al-Quran: Perbezaan antara semakan

Daripada WikiPasokh
Tiada ringkasan suntingan
 
Baris 68: Baris 68:
{{ck}}
{{ck}}
== Daftar Pustaka ==
== Daftar Pustaka ==
[[fa:انفاق در قرآن]]
[[fa: انفاق در قرآن]]
[[bn: কোরআনের দৃষ্টিতে ইনফাক]]
[[ur: انفاق قرآن کریم کی روشنی میں]]
[[en: Charity in the Qur'an]]
[[ar: الإنفاق في القرآن]]

Semakan semasa pada 10:09, 21 Januari 2025

Pertanyaan

Apa yang dijelaskan oleh Al-Qur'an mengenai kedudukan, pentingnya, dan dampak Infak?

Infak adalah salah satu elemen paling penting dan sentral dalam agama yang sering ditekankan dalam Al-Qur'an, dan untuknya dijanjikan pahala yang besar.

Di antara dampak Infak adalah penyucian dan pemurnian diri, pencapaian kebaikan dan kedudukan spiritual, serta pengurangan kemiskinan dalam masyarakat. Mereka yang melakukan Infak dalam Al-Qur'an adalah orang-orang yang beriman, bertakwa, dan berbuat baik. Infak, bersama dengan sifat-sifat seperti iman kepada yang gaib, kesabaran, kebaikan, dan mendirikan salat, dianggap sebagai ciri utama seorang Muslim yang dijanjikan Allah dengan surga.

Menurut Al-Qur'an, orang-orang yang berhak menerima Infak antara lain adalah orang miskin, orang terpinggirkan, anak yatim, mereka yang dalam perjalanan, dan orang-orang yang membutuhkan.

Keutamaan dan Pentingnya Infak

Infak berarti memberi di jalan Allah dari apa yang telah Allah berikan sebagai rezeki.[1]

Infak adalah salah satu konsep moral yang paling penting dan salah satu amalan yang paling mulia yang banyak ditekankan dalam Al-Qur'an. Allah menjanjikan pahala besar dan surga bagi mereka yang berInfak.[2] Allah menggandakan harta yang diInfakkan.[3] Bagi mereka yang berInfak, tidak ada rasa takut dan kesedihan.[4] Dalam Al-Qur'an, terdapat ratusan ayat yang membahas tentang membantu orang-orang yang membutuhkan, baik dalam bentuk zakat, khumus, sedekah, Infak, pinjaman tanpa bunga, memberi makan, pengorbanan, dan lain-lain. Al-Qur'an memberikan petunjuk tentang jenis dan jumlah Infak, serta syarat-syarat bagi pemberi dan penerima Infak.[5] Allah seringkali memerintahkan untuk berInfak dalam Al-Qur'an.[6] Dalam satu ayat, dengan nada teguran, Allah bertanya, "Mengapa kamu tidak berInfak di jalan Allah, padahal segala sesuatu adalah milik Allah?"[7]

Infak memiliki dua dimensi dan fungsi, yaitu ibadah dan sosial:

  1. Infak meningkatkan derajat spiritual seseorang.
  2. Infak memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.

Banyak ayat dalam Al-Qur'an yang menyebutkan sifat orang-orang baik dan bertakwa, serta menekankan pentingnya Infak. Salah satu hal terbesar yang mendapat perhatian dalam Islam, baik dalam "hak-hak Allah" maupun "hak-hak manusia," adalah Infak, yang diperintahkan kepada umat.[8] Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa apapun yang kamu Infakkan, Allah akan menggantikannya.[9] Dalam satu ayat, Infak disamakan dengan biji yang tumbuh menjadi tujuh ratus butir.[10] Para mufassir mengatakan bahwa apa pun yang diInfakkan di jalan Allah adalah perdagangan yang menguntungkan, karena Allah sendiri yang menjamin balasannya.[11]

Tazkiyah

Tazkiyah dan pembersihan diri adalah salah satu dampak penting dari Infak. Hal ini didasarkan pada ayat 18 Surah Al-Lail: ﴾الَّذِی یُؤْتِی مَالَهُ یَتَزَکَّیٰ؛ yang artinya, "Orang yang memberikan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan diri.﴿(Surah Al-Lail:18)

Para mufasir (ahli tafsir) menjelaskan makna tazkiyah sebagai berikut:

  • Niat ikhlas dan mendekatkan diri kepada Allah: Kata "yatazakka" (يَتَزَكَّىٰ) pada dasarnya merujuk pada niat yang ikhlas dan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dalam berInfak. Artinya, orang yang berInfak hendaknya melakukannya dengan niat yang tulus semata-mata karena Allah, bukan karena riya (pamer) atau tujuan duniawi lainnya.
  • Pertumbuhan spiritual dan rohani: Salah satu makna tazkiyah adalah pertumbuhan spiritual dan rohani. Infak dapat menumbuhkan dan meningkatkan kualitas spiritual seseorang serta membebaskannya dari keterikatan pada materi.
  • Pembersihan harta: Makna lain dari tazkiyah adalah pembersihan harta. Dengan mengInfakkan sebagian harta, sisa harta tersebut dibersihkan dari hal-hal yang kurang baik atau syubhat (keragu-raguan). Dengan kata lain, Infak merupakan bentuk penyucian harta.

Kedua makna ini (pertumbuhan spiritual dan pembersihan harta) terkandung dalam kata "tazkiyah". Untuk memperkuat penjelasan ini, teks tersebut juga mengutip ayat 103 Surah At-Taubah[12]: ﴾خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَه تُطَهِّرُهُمْ‏ وَ تُزَكِّيهِمْ بِها وَ صَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ؛ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.﴿(Surah At-Taubah:103).

Menurut Al-Qur'an, Infak menghapuskan dosa-dosa (kesalahan).[13] Seseorang tidak akan mencapai kebaikan kecuali ia mengInfakkan sebagian dari apa yang ia cintai.[14] Rahasia mengapa Infak membawa keselamatan bagi seseorang adalah karena ia melepaskan ikatan-ikatan keterikatan dari hati dan jiwanya.[15]

Syahid Mutahhari menjelaskan tentang peran Infak dalam membentuk manusia, dengan mengatakan bahwa ketika seseorang memiliki sesuatu dan melepaskannya, ia menjadi cerminan dari rahmat Tuhan, dan ini memiliki peran besar dalam pembentukan manusia.[16] Dalam kitab Majma' al-Bayan, disebutkan: "Orang yang berInfak berusaha untuk tetap bersih di hadapan Allah dan dalam Infaknya ia tidak menginginkan ketenaran atau pujian."[17]

Mengatasi Kemiskinan

Topik yang paling luas dalam Al-Qur'an terkait dengan tugas ekonomi adalah Infak. Kata ini muncul lebih dari delapan puluh kali dalam Al-Qur'an dengan berbagai ungkapan, dan mendorong umat Islam untuk memberikan sebagian dari karunia Allah kepada orang lain.[18]

Salah satu tujuan Infak dalam Islam adalah mengatasi kemiskinan di masyarakat. Para ulama agama mengatakan bahwa budaya Infak menunjukkan bahwa setiap individu dalam masyarakat peduli terhadap sesama dan memikirkan kesejahteraan serta kehidupan mereka. Jika budaya Infak yang ditekankan oleh Al-Qur'an diterapkan dengan baik dalam masyarakat, maka masalah kemiskinan yang menjadi salah satu isu mendasar dalam masyarakat manusia akan banyak membaik, bahkan mungkin dapat diatasi sepenuhnya. Para mufassir mengatakan bahwa salah satu tujuan Islam adalah menghilangkan ketidakadilan yang muncul akibat ketimpangan sosial antara kelas kaya dan miskin. Islam memiliki rencana besar untuk mencapai tujuan ini, dan salah satu yang terpenting adalah Infak dan bantuan finansial kepada sesama.[19]

Membantu Orang Lain dan Berusaha Mengatasi Kemiskinan Masyarakat adalah contoh dari amal saleh yang sangat ditekankan dalam Al-Qur'an. Allah menjanjikan azab yang pedih bagi mereka yang menyimpan emas dan perak tetapi tidak mengInfakkannya di jalan Allah.[20] Aksi menumpuk kekayaan dan tidak melakukan Infak dilarang dalam ajaran agama, dan orang yang mengumpulkan kekayaan tanpa berInfak dikecam dengan keras.[21]

Ciri-Ciri Pemberi Infak

Pemberi Infak dalam Al-Qur'an digambarkan sebagai orang-orang yang bertakwa, orang-orang baik[22], orang-orang beriman[23], orang-orang yang selamat[24], dan sebagainya. Mereka yang beriman kepada yang gaib dan menegakkan salat adalah orang-orang yang berInfak.[25]

Al-Qur'an, dengan menyebutkan berbagai jenis kebaikan, menganggap Infak sebagai salah satu bentuk kebaikan.[26] Dalam ayat 16 Surah At-Taghabun, mereka disebut sebagai muflihun (orang yang beruntung), dan mereka yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka disebut fa'izun (orang yang berhasil).[27] Dalam Surah Ali Imran disebutkan bahwa mereka berInfak dalam keadaan lapang maupun sempit, dan Allah mencintai mereka.[28] Salah satu sifat orang yang bertakwa adalah menetapkan hak tertentu bagi orang miskin dan yang membutuhkan atas harta mereka.[29] Dan tentang sifat orang yang rendah hati, disebutkan bahwa mereka sabar, menegakkan salat, dan berInfak dari apa yang telah diberikan Allah kepada mereka.[30]

Dalam menjelaskan ciri-ciri orang beriman, Al-Qur'an menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka adalah orang-orang yang jujur.[31] Al-Qur'an menganggap Infak sebagai salah satu pilar iman. Pentingnya dan besarnya Infak serta pengorbanan harta ini begitu besar sehingga ditempatkan sejajar dengan masalah-masalah dasar dalam Islam.[32]

Al-Qur'an memandang orang-orang yang membutuhkan, fakir miskin, musafir yang kehabisan bekal, anak yatim, orang-orang yang kekurangan, dan lain-lain sebagai pihak yang berhak menerima Infak. Sedekah itu hanya untuk orang-orang fakir, miskin, pengurusnya, orang yang dibujuk hatinya, untuk pembebasan budak, orang yang berutang, di jalan Allah, dan orang yang sedang dalam perjalanan. Ini adalah kewajiban yang ditetapkan oleh Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.﴿(At-Taubah:60)

Al-Qur'an menjadikan beberapa bentuk Infak, seperti zakat, khumus, kafarat harta, dan jenis fidyah sebagai kewajiban, sementara beberapa jenis sedekah dan hal-hal seperti wakaf, memberi tempat tinggal, wasiat, pemberian, dan lainnya adalah perkara yang dianjurkan.[33]

Cara BerInfak

Allah swt memandang baik setiap jenis Infak, baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi, dan memberikan pahala untuk keduanya[34], namun Infak yang tersembunyi lebih baik.[35] Para mufassir berpendapat bahwa Infak secara terang-terangan dan tersembunyi memiliki banyak manfaat. Infak yang terbuka mengundang orang lain untuk melakukan kebaikan ini dan mendorong masyarakat untuk ikut serta dalam amal tersebut. Namun, Infak yang tersembunyi terjaga dari riya, tidak menyakiti, merendahkan, atau menghinakan orang miskin, dan memiliki dampak spiritual serta moral yang sangat besar dan mulia.[36] Dalam budaya Qurani, tujuan utama dari Infak adalah untuk meningkatkan kualitas spiritual manusia, yang memberi makna pada perbuatan ini adalah niat. Setiap Infak yang dilakukan dengan niat riya dianggap tidak bernilai.[37] Selama Infak dilakukan di jalan Allah dan bukan untuk mencari kedudukan atau keunggulan atas orang lain, maka itu akan tetap dianggap sebagai amal saleh.[38]

Infak harus dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keridhaan Allah.[39] Bukan untuk ambisi duniawi atau nafsu pribadi.[40] Jika Infak disertai dengan pengingat atau menyakitkan hati orang yang menerima, maka seluruh pahalanya akan hilang.[41] Namun, jika Infak dilakukan tanpa menyakiti dan tanpa mengingatkan[42], maka pahala Infak tersebut akan tetap terjaga di sisi Allah.[43]

Studi Lebih Lanjut

  1. Infak, Tafsir Al-Qur'an, Imam Musa Sadr, diterjemahkan oleh Alireza Mahmoudi, Institut Imam Musa Sadr.
  2. Infak (Dari Infak yang Merusak hingga Infak yang Membangun), Ali Safaei Haeri.
  3. Infak dalam Al-Qur'an, Abul Fath Azizii Abraghi.

Catatan Kaki

Templat:Ck

Daftar Pustaka

  1. Mo’ini, Mohsen, “Infaq,” Ensiklopedia Al-Qur’an dan Penelitian Al-Qur’an, disunting oleh Bahaddin Khormashahi, Teheran, Doostan, Nahid, 1381 SH, jilid 1, hal. 313.
  2. Surat Al-Hadid, ayat 11. Surat Al-Anfal, ayat 60. Surat At-Tawbah, ayat 21.
  3. Surat Al-Baqarah, ayat 261. Surat Al-Qasas, ayat 54.
  4. Surat Al-Baqarah, ayat 274.
  5. Qara’ati, Mohsen, Tafsir Nur, Teheran, Pusat Kebudayaan Pelajaran dari Al-Qur’an, 1388 SH, jilid 9, hal. 461.
  6. Surat Al-Baqarah, ayat 195. Surat Al-Hadid, ayat 10.
  7. Thabathaba’i, Muhammad Husain, Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an, terj. Muhammad Baqir Musavi Hamadani, Qum, Daftar Intisharat Islami, 1374 SH, jilid 2, hal. 587.
  8. Surat Al-Baqarah, ayat 272. Surat Fatir, ayat 29. Surat Saba’, ayat 39.
  9. Surat Al-Baqarah, ayat 261. Subhani, Ja’far, “Perumpamaan yang Indah dalam Al-Qur’an,” Jurnal Pelajaran dari Maktab Islam, edisi 9 (80).
  10. Makarem Syirazi, Nashir, Tafsir Nemuneh, Teheran, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1371 SH, jilid 18, hal. 117.
  11. Makarem Syirazi, Nashir, Tafsir Nemuneh, Teheran, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, cetakan kesepuluh, 1371 SH, jilid 27, hal. 82.
  12. Surat Al-Baqarah, ayat 271. Surat Aali ‘Imran, ayat 92.
  13. Misbah Yazdi, Muhammad Taqi, Rastagaran, Qum, Ma’had Pendidikan dan Penelitian Imam Khomeini (ra), tanpa tahun, jilid 1, hal. 59.
  14. Mottahari, Murtadha, Mojmoueh Asar, Teheran, Sadra, 1390 SH, jilid 26, hal. 126.
  15. Misbah Yazdi, Muhammad Taqi, Rastagaran, Qum, Ma’had Pendidikan dan Penelitian Imam Khomeini (ra), tanpa tahun, jilid 1, hal. 59.
  16. Mottahari, Murtadha, Mojmoueh Asar, Teheran, Sadra, 1390 SH, jilid 26, hal. 126.
  17. Thabarsi, Fadhl bin Hasan, Majma’ Al-Bayan, terj. Ahmad Behesti dkk., Teheran, Farahani, tanpa tahun, jilid 27, hal. 131.
  18. Montazeri, Hossein Ali, Islam Din Fitrah, Teheran, Saye, 1385 SH, jilid 1, hal. 574.
  19. Makarem Syirazi, Nashir, Tafsir Nemuneh, Teheran, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1371 SH, jilid 2, hal. 316.
  20. Surat At-Tawbah, ayat 34.
  21. Montazeri, Hossein Ali, Islam Din Fitrah, Teheran, Saye, 1385 SH, jilid 1, hal. 576.
  22. Surat Al-Baqarah, ayat 195.
  23. Surat Al-Baqarah, ayat 254.
  24. Surat At-Taghabun, ayat 16.
  25. Surat Al-Baqarah, ayat 3.
  26. Surat Al-Baqarah, ayat 177.
  27. Surat At-Tawbah, ayat 20.
  28. Surat Aali ‘Imran, ayat 134.
  29. Surat Adh-Dhariyat, ayat 19.
  30. Surat Al-Hajj, ayat 34 dan 35.
  31. Surat Al-Hujurat, ayat 15.
  32. “Shadaqah dan Infaq dalam Ayat-ayat dan Riwayat,” Situs Informasi Kantor Ustadz Hossein Ansarian. Tanggal kunjungan: 12 Mehr 1402 SH.
  33. Thabathaba’i, Mohsen, Tafsir al-Mizan, terj. Muhammad Baqir Musavi, Qum, Daftar Intisharat Islami, 1374 SH, jilid 2, hal. 587.
  34. Surat Al-Baqarah, ayat 284.
  35. Surat Al-Baqarah, ayat 271.
  36. Thabathaba’i, Muhammad Husain, Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an, terj. Muhammad Baqir Musavi Hamadani, Qum, Daftar Intisharat Islami, 1374 SH, jilid 2, hal. 610.
  37. Sekelompok Penulis, “Infaq,” Ensiklopedia Besar Islam, Teheran, Pusat Ensiklopedia Besar Islam, jilid 10, di bawah entri.
  38. Madani, Muhammad Taqi, Hukum Ibadah, Qum, Penerbitan Mubahat Al-Husayn (as), 1381 SH, jilid 1, hal. 523.
  39. Surat Al-Baqarah, ayat 265.
  40. Mohseni, Muhammad Asif, Ufuk A’la, Kabul, Risalat, 1396 SH, jilid 3, hal. 196.
  41. Mottahari, Murtadha, Mojmoueh Asar, Teheran, Sadra, 1390 SH, jilid 22, hal. 187.
  42. Makarem Syirazi, Nashir, Tafsir Nemuneh, Teheran, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1371 SH, jilid 2, hal. 318.
  43. Surat Al-Baqarah, ayat 262.